Peneliti dari Badan Geologi, Bandung, Asdani Suhaemi, punya dugaan
menarik soal menghilangnya masyarakat zaman batu Lore Lindu di Sulawesi
Tengah. Saat meneliti patahan aktif Palu-Koro tahun ini, ia
mengaitkannya dengan misteri hilangnya masyarakat yang diperkirakan
hidup pada 2000-3000 tahun lalu itu.
“Selama ini belum ada penelitian kenapa mereka menghilang,” katanya di acara Simposium Nasional Gempabumi dan Tektonik Aktif di Aula Timur ITB, Kamis, 29 November 2012.
Menurut Asdani, lokasi peninggalan manusia zaman megalitikum atau batu besar berupa patung dan tempayan besar itu berada di dataran setinggi 1.215 meter dari permukaan laut. Letaknya di wilayah tangkapan air (catchment area). Di sekitarnya ada sungai dan telaga. “Mereka diduga sudah jadi masyarakat agraris saat itu,” katanya.
Lalu kenapa mereka menghilang dari wilayah subur tersebut? Dari hasil penelitiannya, Asdani menemukan jejak longsoran besar di sekitar lokasi situs megalitikum itu. Paling sedikit mereka mengalami 2 kali longsoran besar. Longsor itu dan banjir bandang, kata dia, diperkirakan terjadi saat datang gempa besar. “Diperkirakan mereka menghilang setelah kejadian itu,” ujarnya.
Soal apakah masyarakat zaman batu itu sempat lari atau tertimbun longsor, perlu ada penelitian lanjutan.
Hipotesa kedua, kata dia, akibat musim kemarau berkepanjangan. Ia menduga tempayan-tempayan batu besar itu dulunya dibuat untuk tempat penampungan air. “Mereka menghilang bisa juga akibat masa kering yang panjang,” katanya.
Adapun tempayan batu yang pecah dan penutupnya seberat setengah ton itu jatuh, diduga akibat guncangan gempa yang kuat. Menurut Asdani, gempa itu diduga akibat pergerakan patahan aktif Palu-Koro, yang sampai hari ini masih terus bergerak.
Penelitian sumber gempa bumi di Sulawesi Tengah dan terkait dengan misteri hilangnya masyarakat Lore Lindu ini, kata Asdani, baru tahap awal. Dia berharap tahun depan risetnya bisa berlanjut.
“Selama ini belum ada penelitian kenapa mereka menghilang,” katanya di acara Simposium Nasional Gempabumi dan Tektonik Aktif di Aula Timur ITB, Kamis, 29 November 2012.
Menurut Asdani, lokasi peninggalan manusia zaman megalitikum atau batu besar berupa patung dan tempayan besar itu berada di dataran setinggi 1.215 meter dari permukaan laut. Letaknya di wilayah tangkapan air (catchment area). Di sekitarnya ada sungai dan telaga. “Mereka diduga sudah jadi masyarakat agraris saat itu,” katanya.
Lalu kenapa mereka menghilang dari wilayah subur tersebut? Dari hasil penelitiannya, Asdani menemukan jejak longsoran besar di sekitar lokasi situs megalitikum itu. Paling sedikit mereka mengalami 2 kali longsoran besar. Longsor itu dan banjir bandang, kata dia, diperkirakan terjadi saat datang gempa besar. “Diperkirakan mereka menghilang setelah kejadian itu,” ujarnya.
Soal apakah masyarakat zaman batu itu sempat lari atau tertimbun longsor, perlu ada penelitian lanjutan.
Hipotesa kedua, kata dia, akibat musim kemarau berkepanjangan. Ia menduga tempayan-tempayan batu besar itu dulunya dibuat untuk tempat penampungan air. “Mereka menghilang bisa juga akibat masa kering yang panjang,” katanya.
Adapun tempayan batu yang pecah dan penutupnya seberat setengah ton itu jatuh, diduga akibat guncangan gempa yang kuat. Menurut Asdani, gempa itu diduga akibat pergerakan patahan aktif Palu-Koro, yang sampai hari ini masih terus bergerak.
Penelitian sumber gempa bumi di Sulawesi Tengah dan terkait dengan misteri hilangnya masyarakat Lore Lindu ini, kata Asdani, baru tahap awal. Dia berharap tahun depan risetnya bisa berlanjut.
No comments:
Post a Comment