Laman

Tuesday, December 4, 2012

Home » Kanker Payudara Kini Dapat Diobat Sendiri Oleh Pasien Di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta

Kanker Payudara Kini Dapat Diobat Sendiri Oleh Pasien Di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta

Pengobatan kanker payudara memasuki babak baru. Pasien bisa menyuntikkan sendiri obat ke bawah kulit laiknya pengidap diabetes mellitus.
Rasa haru menyelimuti hati Nulida, bukan nama sebenarnya. Sebab, penderita kanker payudara stadium dini dengan status HER2 positif ini terpilih menjadi pasien pertama peserta penelitian SafeHER di Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta. Ia berharap pengobatan trastuzumab yang akan dijalaninya membantu untuk mengenyahkan sel-sel kanker yang tumbuh di payudaranya.
“Saya terharu dan menangis saat mendengar kabar dari dokter bahwa saya bisa mengikuti penelitian SafeHER,” kata Nulida kepada dr Kartika Widayati, peneliti SafeHER di RS Sardjito.
Pengakuan itu disampaikan Nulida kepada Kartika berkaitan dengan Peluncuran Penelitian Global SafeHER di Indonesia, di Yogyakarta. Penelitian ini, kata Nulida, “Memberikan saya kesempatan untuk melawan kanker payudara dan memberi harapan untuk bertahan hidup.”
Yang lebih menggembirakan Nulida, terapi trastuzumab tidak lagi diberikan dengan metode infus yang bisa memakan waktu setengah jam, bahkan lebih. Kini, terapi diberikan dengan metode injeksi di bawah kulit (subkutan) dan prosesnya hanya butuh waktu lima menit sehingga terasa lebih nyaman.
Nulida terpilih karena memenuhi sejumlah persyaratan. Selain tak merasa terpaksa untuk bergabung, kondisi fisiknya juga bagus. “Penelitian di RS Sardjito mulai Juli 2012-Juli 2013 dengan 10 pasien,” kata dr Kartika saat peluncuran penelitian SafeHER. Salah satu pasiennya, Nulida.
Dengan perubahan cara pemberian obat yang lebih sederhana, Arya Wibitomo, Head of Medical Management PT Roche Indonesia, perusahaan yang menaungi penelitian SafeHER, menambahkan pasien diharapkan bisa menyuntikkan sendiri obat tersebut. “Seperti pemberian insulin pada pasien diabetes mellitus,” kata dia pada kesempatan yang sama.
HER2 (human epidermal growth factor receptor-2) adalah suatu protein yang diproduksi oleh gen tertentu yang potensial menyebabkan kanker. Zat ini berperan sebagai antena yang memberikan sinyal untuk berkembangnya sel kanker. Nah, penelitian SafeHER bertujuan untuk mengetahui profil keamanan secara menyeluruh penggunaan trastuzumab sebagai obat kanker payudara tipe HER2 positif.
Penelitian ini merupakan studi klinis fase III yang akan melibatkan 2.500 pasien di seluruh dunia di sekitar 300 pusat pelayanan kanker di 40 negara. Jangka waktu penelitian diperkirakan berlangsung lima tahun. Di Indonesia, penelitian melibatkan lima rumah sakit pendidikan, yakni RSUP DR Sardjito (Yogyakarta), RSUP Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Hasan Sadikin (Bandung), dan RS Dr Soetomo (Surabaya), dengan target 60 pasien.
“Dulu, kanker payudara umumnya diderita masyarakat di negara maju. Kini, justru di negara berkembang lebih banyak penderitanya,” kata dr Johan Kurnianda, peneliti utama SafeHER dari RS Sardjito. Umur penderita kanker di Indonesia, ia menambahkan, cenderung muda, yakni antara umur 40-50 tahun, sehingga punya kecenderungan berkembang lebih ganas. Khusus mengenai kanker payudara HER2 positif, kata dia, “Kanker ini lebih cepat resisten terhadap obat standar penanganan kanker, yakni radiasi maupun kemoterapi.”
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan 8-9 persen perempuan akan mengalami kanker payudara dalam hidupnya. Itu sebabnya, kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui pada perempuan dan merupakan kanker tersering nomor dua di dunia.
Saban tahun, lebih dari 580.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosis di berbagai negara berkembang, dan sekitar 372.000 pasien meninggal karenanya. Setelah menjalani perawatan, sekitar 50 persen pasien mengalami kanker payudara metastatik (sudah menyebar) dan hanya bertahan hidup 18-30 bulan setelah terdiagnosa. Diperkirakan, sebanyak 20-30 persen pasien kanker payudara memiliki HER2 positif.
Hingga kini, penyebab pasti kanker payudara tidak diketahui. Namun, riset mengidentifikasi sejumlah faktor yang dapat mendongkrak risiko munculnya penyakit ini. Faktor-faktor itu, antara lain, riwayat keluarga yang memiliki penyakit serupa, usia yang makin bertambah, tidak memiliki anak, dan mendapatkan kehamilan pertama pada usia di atas 30 tahun.

No comments:

Post a Comment

Blogger Wordpress Gadgets