Satu lagi hewan unik yang perangainya berhasil dikuak. Kali ini,
para ahli biologi telah membongkar rahasia cumi vampir, hewan misterius
yang memakan bangkai makhluk hidup yang membusuk di dasar samudera.
Cumi bernama Vampyroteuthis Infernalis itu dijuluki “cumi vampir dari neraka” karena panampakannya yang sangar. Ia memiliki jejak filogenetik khusus dan kategori taksonomis tersendiri, yakni gabungan karakter gurita dan cumi-cumi dalam formula evolusi unik yang telah bertahan jutaan tahun.
“Cumi vampir tercatat sebagai satu-satunya spesies dalam Ordo Vampyromorpha,” kata Hendrik Joving dan Bruce Robison, peneliti dari Monterey Bay Aquarium Research Institute, California, Jumat 28 September 2012.
Spesies berukuran 30 sentimeter yang tergolong cephalopoda ini pertama ditemukan tahun 1903. Ia hidup di samudera beriklim sedang dan tropis, menghuni perairan pada kedalaman 600-900 meter di sebuah ceruk habitat dengan kadar oksigen sangat rendah untuk mendukung kehidupan.
Joving mengatakan, tubuh cumi vampir berwarna merah gelap dan berbentuk seperti payung yang sedang mengembang. Segala gerakan di sekitar cumi dideteksi dengan mata yang sensitif. Mata belok berukuran 2,5 sentimeter itu memantulkan sinar biru-gelap yang sekaligus berfungsi menakut-nakuti pemangsa ketika cumi vampir berenang ke atas menjauhi dasar laut.
Kedua biolog mengatakan penelitian tersebut merupakan hasil interaksi mereka dengan cumi vampir selama 30 tahun lewat robot penjelajah bawah laut, percobaan laboratorium dan metode pembedahan. Karya mereka diterbitkan dalam jurnal Proceeding of Royal Society B.
Mereka, misalnya, memeriksa saluran pencernaan dan feses cumi vampir untuk mengetahui bahwa hewan tersebut bersifat detritivor (pemakan bangkai). Cumi vampir akan menghampiri lalu memakan bangkai atau sisa bangkai makhluk laut yang tenggelam perlahan ke dasar laut dan telah dikerubuti crustacea dan zooplankton.
“Yang masih menjadi teka-teki besar dari semua hal tentang cumi vampir adalah karakteristik mulutnya,” ujar Robison, seperti dikutip laman Phys.org.
Cumi vampir yang sedang mangap tampak seperti payung hitam yang terbuka. Mulut lebarnya dikelilingi delapan lengan yang saling dihubungkan dengan jaringan kulit semacam jaring membentuk kantong berwarna hitam. Lengan-lengannya dihiasi puluhan pengisap dan tonjolan serupa jari yang disebut cirri.
Ia juga memiliki sepasang lengan lain yang disebut filamen retraktil. Kedua lengan itu dapat dijulurkan dan menjangkau mangsa yang letaknya beberapa kali ukuran tubuh cumi vampir itu sendiri. Mangsa yang tertangkap filamen retraktil lalu ditarik ke dalam kantong untuk dilahap.
Berbeda dengan cephalopoda lainnya, filamen retraktil cumi vampir yang lengket ini diduga juga berfungsi sebagai sensor untuk mendeteksi mangsa hidup dan predator yang mengancam. “Tetapi bukti sejauh ini menunjukkan lengan itu untuk menjangkau dan menangkap potongan makanan,” kata Joving.
Potongan makanan yang tertangkap kemudian direkatkan menjadi sebuah bola kecil dengan lendir dari jaringan sekretorik yang ada pada pengisap. Bola kecil itu lalu diangkut ke dalam rahang cumi-cumi menggunakan cirri. Perilaku makan cumi vampir, imbuh Joving, memang tidak seperti cephalopoda lainnya.
Perilaku tersebut menunjukkan adaptasi unik yang memungkinkan cumi vampir menghabiskan sebagian besar hidupnya pada kedalaman laut dengan konsentrasi oksigen yang sangat rendah. Jumlah predator di laut dalam memang sedikit, “Tapi makanan khas cephalopoda juga langka,” ujarnya.
Cumi bernama Vampyroteuthis Infernalis itu dijuluki “cumi vampir dari neraka” karena panampakannya yang sangar. Ia memiliki jejak filogenetik khusus dan kategori taksonomis tersendiri, yakni gabungan karakter gurita dan cumi-cumi dalam formula evolusi unik yang telah bertahan jutaan tahun.
“Cumi vampir tercatat sebagai satu-satunya spesies dalam Ordo Vampyromorpha,” kata Hendrik Joving dan Bruce Robison, peneliti dari Monterey Bay Aquarium Research Institute, California, Jumat 28 September 2012.
Spesies berukuran 30 sentimeter yang tergolong cephalopoda ini pertama ditemukan tahun 1903. Ia hidup di samudera beriklim sedang dan tropis, menghuni perairan pada kedalaman 600-900 meter di sebuah ceruk habitat dengan kadar oksigen sangat rendah untuk mendukung kehidupan.
Joving mengatakan, tubuh cumi vampir berwarna merah gelap dan berbentuk seperti payung yang sedang mengembang. Segala gerakan di sekitar cumi dideteksi dengan mata yang sensitif. Mata belok berukuran 2,5 sentimeter itu memantulkan sinar biru-gelap yang sekaligus berfungsi menakut-nakuti pemangsa ketika cumi vampir berenang ke atas menjauhi dasar laut.
Kedua biolog mengatakan penelitian tersebut merupakan hasil interaksi mereka dengan cumi vampir selama 30 tahun lewat robot penjelajah bawah laut, percobaan laboratorium dan metode pembedahan. Karya mereka diterbitkan dalam jurnal Proceeding of Royal Society B.
Mereka, misalnya, memeriksa saluran pencernaan dan feses cumi vampir untuk mengetahui bahwa hewan tersebut bersifat detritivor (pemakan bangkai). Cumi vampir akan menghampiri lalu memakan bangkai atau sisa bangkai makhluk laut yang tenggelam perlahan ke dasar laut dan telah dikerubuti crustacea dan zooplankton.
“Yang masih menjadi teka-teki besar dari semua hal tentang cumi vampir adalah karakteristik mulutnya,” ujar Robison, seperti dikutip laman Phys.org.
Cumi vampir yang sedang mangap tampak seperti payung hitam yang terbuka. Mulut lebarnya dikelilingi delapan lengan yang saling dihubungkan dengan jaringan kulit semacam jaring membentuk kantong berwarna hitam. Lengan-lengannya dihiasi puluhan pengisap dan tonjolan serupa jari yang disebut cirri.
Ia juga memiliki sepasang lengan lain yang disebut filamen retraktil. Kedua lengan itu dapat dijulurkan dan menjangkau mangsa yang letaknya beberapa kali ukuran tubuh cumi vampir itu sendiri. Mangsa yang tertangkap filamen retraktil lalu ditarik ke dalam kantong untuk dilahap.
Berbeda dengan cephalopoda lainnya, filamen retraktil cumi vampir yang lengket ini diduga juga berfungsi sebagai sensor untuk mendeteksi mangsa hidup dan predator yang mengancam. “Tetapi bukti sejauh ini menunjukkan lengan itu untuk menjangkau dan menangkap potongan makanan,” kata Joving.
Potongan makanan yang tertangkap kemudian direkatkan menjadi sebuah bola kecil dengan lendir dari jaringan sekretorik yang ada pada pengisap. Bola kecil itu lalu diangkut ke dalam rahang cumi-cumi menggunakan cirri. Perilaku makan cumi vampir, imbuh Joving, memang tidak seperti cephalopoda lainnya.
Perilaku tersebut menunjukkan adaptasi unik yang memungkinkan cumi vampir menghabiskan sebagian besar hidupnya pada kedalaman laut dengan konsentrasi oksigen yang sangat rendah. Jumlah predator di laut dalam memang sedikit, “Tapi makanan khas cephalopoda juga langka,” ujarnya.
No comments:
Post a Comment